Disini Ibu Agustine Dwiputri mengulas masalah motivasi hidup. Hal yang sangat penting dalam hidup, terutama karena ada saatnya ketika harapan dan kenyataan tidak bertegur sapa lalu menghasilkan kekecewaan. Tetapi kekecewaan saja tidak akan membawa seorang manusia untuk maju, apalagi ditambah tangis dan mengasihani diri sendiri. Inilah, meminjam istilah Gede Prama, saat dimana kita harus merengkuh perbedaan dalam hidup dan bukan mempertentangkannya.
Silahkan menikmati artikel dari kolom psikologi Kompas berikut:
Link: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/22/02593221/motivasi.untuk.terus.menghadapi.kehidupan
Kehidupan
Minggu, 22 November 2009 | 02:59 WIB
”Sebenarnya saya sudah pernah menulis di rubrik ini belasan tahun yang lalu. Ketika itu saya lelah menanggung beban hidup. Saya pengin tidur, enggak bangun lagi…. Lalu saya masuk ke rumah sakit jiwa. Sekarang usia saya 50 tahun. Satu per satu saudara dekat saya meninggal. Ayah meninggal tahun 2001, lalu tahun 2007 Ibu menyusul. Kini saya berdua dengan adik laki-laki berumur 40 tahun yang juga pernah dirawat di rumah sakit jiwa.
Kompleksitas beban psikologis sejak saya TK hingga saat ini telah menjadikan raga saya terganggu kesehatannya. Rasanya gangguan jiwa telah berganti menjadi sakit jasmani. Saya telanjur tua, tak punya kesempatan untuk mengembangkan diri, menikah, melahirkan keturunan.
Dahulu, gangguan jiwa jenis apa pun sepertinya sudah saya alami. Kini, saya tak punya apa-apa dan siapa-siapa, tinggal bersama adik, merawat dia. Saya tidak sering mengeluh lagi. Ada income dari mengontrakkan rumah orangtua, tapi pas-pasan untuk hidup.
Rasanya saya hanya menanti ajal, tetapi kadang sering berharap, mantan bos memanggilku mencarikan jalan keluar. Atau, ada pekerja seni yang tahu bagaimana aku berjuang melawan skizofrenia/paranoid, lalu memfilmkannya. Judulnya Berjuang Melawan Skizofrenia. Atau, adakah yang mau membantu saya agar bisa tinggal di panti wreda? Saya mesti gimana Bu?
SMS, Jateng
(Jawaban berikut juga saya tujukan bagi mereka yang tak kunjung mendapat pekerjaan atau menderita sakit terminal.)
Saya ikut prihatin atas penderitaan Anda. Memang mengalami sakit jiwa kronis sangat menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup. Namun, bukan berarti Anda terus-menerus menunjukkan gejala yang berat, bukan? Ada kalanya anda bisa ”tenang dan menurun kegelisahannya”. Anda juga masih dapat berpikir jernih dan positif, bahkan bisa ikut merawat adik yang juga lebih kurang sama kesehatannya.
Sebenarnya, keberadaan Anda sangat berarti bagi adik. Itu sudah memberikan makna mendalam, bukan? Anda masih punya dia, adik pun pasti bersyukur punya kakak yang merawatnya. Mungkin tepatnya, Anda berdua bisa saling merawat dan membina kehidupan seoptimal Anda bisa.
Orang bijak mengatakan, ”Jika kita ingin bahagia atau sehat, fokuslah pada apa yang sudah kita punyai, bukan pada apa yang tidak kita punyai”.
Atau, renungkan juga ucapan yang mengatakan, ”Lebih hebat orang yang berani hidup daripada yang berani mati”. Artinya, kita perlu mensyukuri semua yang sudah kita peroleh, apakah itu ijazah kesarjanaan Anda, pengalaman kerja, kasih sayang dari seseorang, peninggalan orangtua yang bisa menghasilkan pemasukan, dan lainnya.
Dengan begitu, kita bisa tetap punya semangat untuk melanjutkan kehidupan. Untuk saat ini, saya tak menyarankan Anda masuk panti wreda. Usahakan tetap serumah dengan adik, menjaga dan membina komunikasi semaksimal mungkin dengannya. Minum obat sesuai dengan instruksi dokter dan hadapi hari esok dengan optimistis.
Kunci utama adalah harus tetap punya harapan, sepahit apa pun hidup ini. Kita perlu me-”motivasi diri” agar terus berdaya menghadapi hari esok.
Motivasi adalah suatu kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku tertentu. Motivasi sangat berperan dalam kehidupan dan kegiatan kita. Tanpa motivasi, sulit mencapai perbaikan hidup.
Mengenai keinginan mewujudkan cerita dalam film, saya sangat mendukung. Rajinlah menulis dan mengirimkan kepada orang yang tepat. Kalau belum berhasil, tak perlu kecewa, pasti ada hikmah lain yang akan Anda peroleh. Bekerja apa pun boleh, asal tidak
1. Beri ganjaran kepada diri sendiri untuk memperkuat perilaku tertentu. Ganjaran hanya dapat diberikan apabila Anda telah berhasil mencapai sasaran. Misalnya, beri hadiah kepada diri Anda sebagai ganjaran khusus (jalan-jalan ke taman) jika kemarin Anda tidak mengeluh. Jangan lupa memberikan ucapan ”selamat’ kepada diri sendiri bila berhasil. Kalau tidak, Anda akan terbiasa menurunkan kebiasaan untuk bersikap riang.
2. Tetapkan sasaran secara efektif. Berusahalah menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari, bukan menjadi yang sempurna. Motivasi yang efektif menuntut pengarahan terhadap suatu tujuan. Tujuan yang lebih rinci, realistis, dan berada di bawah kendali kita cenderung memunculkan usaha yang lebih besar daripada tujuan yang terlalu umum. Misalnya, ”saya ingin selama tiga hari ke depan tidak mengeluh tentang kondisi adik” atau ”malam hari saya akan berdoa mengucap syukur atas keberhasilan saya membereskan rumah”.
3. Aturlah lingkungan. Cermati dan kenali diri Anda sebaik-baiknya, apakah Anda tipe mudah sedih atau mudah marah. Maka, aturlah lingkungan fisik, misalnya ganti cat ruang tidur dengan warna yang bisa meredam emosi Anda. Seringlah memasang musik yang lembut dan menenangkan. Pergilah ke mal atau berkunjung ke rumah teman sejauh itu bisa menghibur perasaan yang gundah.
Selamat berjuang terus.